Remaja dan Permasalahannya
Pengantar
Masa remaja seringkali
dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai penyimpangan dan tidakwajaran.
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya teori-teori perkembangan yang membahas
ketidakselarasan, gangguan emosi dan gangguan perilaku sebagai akibat dari
tekanan-tekanan yang dialami remaja karena perubahan-perubahan yang terjadi
pada dirinya maupun akibat perubahan lingkungan.
Sejalan dengan
perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri remaja, mereka juga dihadapkan pada
tugas-tugas yang berbeda dari tugas pada masa kanak-kanak. Sebagaimana
diketahui, dalam setiap fase perkembangan, termasuk pada masa remaja, individu
memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi. Apabila tugas-tugas
tersebut berhasil diselesaikan dengan baik, maka akan tercapai kepuasan,
kebahagian dan penerimaan dari lingkungan. Keberhasilan individu memenuhi
tugas-tugas itu juga akan menentukan keberhasilan individu memenuhi tugas-tugas
perkembangan pada fase berikutnya.
Hurlock (1973) memberi
batasan masa remaja berdasarkan usia kronologis, yaitu antara 13 hingga 18
tahun. Menurut Thornburgh (1982), batasan usia tersebut adalah batasan
tradisional, sedangkan alran kontemporer membatasi usia remaja antara 11 hingga
22 tahun.
Perubahan sosial seperti
adanya kecenderungan anak-anak pra-remaja untuk berperilaku sebagaimana yang
ditunjukan remaja membuat penganut aliran kontemporer memasukan mereka dalam kategori remaja. Adanya peningkatan kecenderungan
para remaja untuk melanjutkan sekolah atau mengikuti pelatihan kerja (magang)
setamat SLTA, membuat individu yang berusia 19 hingga 22 tahun juga dimasukan
dalam golongan remaja, dengan pertimbangan bahwa pembentukan identitas diri
remaja masih terus berlangsung sepanjang rentang usia tersebut.
Lebih lanjut Thornburgh membagi usia
remaja menjadi tiga kelompok, yaitu:
a.
Remaja awal : antara 11
hingga 13 tahun
b.
Remaja pertengahan: antara
14 hingga 16 tahun
c.
Remaja akhir: antara 17
hingga 19 tahun.
Pada usia tersebut,
tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:
1.
Mencapai hubungan yang baru
dan lebih masak dengan teman sebaya baik sesama jenis maupun lawan jenis
2.
Mencapai peran sosial maskulin dan feminin
3.
Menerima keadaan fisik dan dapat mempergunakannya secara efektif
4.
Mencapai kemandirian secara
emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya
5.
Mencapai kepastian untuk
mandiri secara ekonomi
6.
Memilih pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja
7.
Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan dan kehidupan keluarga
8.
Mengembangkan kemampuan dan konsep-konsep intelektual untuk tercapainya
kompetensi sebagai warga negara
9.
Menginginkan dan mencapai perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan secara
sosial
10.
Memperoleh rangkaian sistem nilai dan etika sebagai pedoman perilaku
(Havighurst dalam Hurlock, 1973).
Tidak semua remaja dapat memenuhi
tugas-tugas tersebut dengan baik. Menurut Hurlock (1973) ada beberapa
masalah yang dialami remaja dalam memenuhi tugas-tugas tersebut, yaitu:
1.
Masalah pribadi, yaitu
masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi dan kondisi di rumah, sekolah,
kondisi fisik, penampilan, emosi, penyesuaian sosial, tugas dan nilai-nilai.
2.
Masalah khas remaja, yaitu
masalah yang timbul akibat status yang tidak jelas pada remaja, seperti masalah
pencapaian kemandirian, kesalahpahaman atau penilaian berdasarkan stereotip
yang keliru, adanya hak-hak yang lebih besar dan lebih sedikit kewajiban
dibebankan oleh orangtua.
Elkind dan Postman (dalam
Fuhrmann, 1990) menyebutkan tentang fenomena akhir abad duapuluh, yaitu
berkembangnya kesamaan perlakuan dan harapan terhadap anak-anak dan orang
dewasa. Anak-anak masa kini mengalami banjir stres yang datang dari perubahan
sosial yang cepat dan membingungkan serta harapan masyarakat yang menginginkan
mereka melakukan peran dewasa sebelum mereka masak secara psikologis untuk
menghadapinya. Tekanan-tekanan tersebut menimbulkan akibat seperti kegagalan di
sekolah, penyalahgunaan obat-obatan, depresi dan bunuh diri, keluhan-keluhan
somatik dan kesedihan yang kronis.
Lebih lanjut dikatakan
bahwa masyarakat pada era teknologi maju dewasa ini membutuhkan orang yang
sangat kompeten dan trampil untuk mengelola teknologi tersebut. Ketidakmampuan
remaja mengikuti perkembangan teknologi yang demikian cepat dapat membuat
mereka merasa gagal, malu, kehilangan harga diri, dan mengalami gangguan
emosional.
Bellak (dalam Fuhrmann,
1990) secara khusus membahas pengaruh tekanan media terhadap perkembangan
remaja. Menurutnya, remaja masa kini dihadapkan pada lingkungan dimana segala
sesuatu berubah sangat cepat. Mereka dibanjiri oleh informasi yang terlalu
banyak dan terlalu cepat untuk diserap dan dimengerti. Semuanya terus bertumpuk
hingga mencapai apa yang disebut information overload. Akibatnya
timbul perasaan terasing, keputusasaan, absurditas, problem identitas dan
masalah-masalah yang berhubungan dengan benturan budaya.
Tugas-tugas perkembangan
pada masa remaja yang disertai oleh berkembangnya kapasitas intelektual, stres
dan harapan-harapan baru yang dialami remaja membuat mereka mudah mengalami
gangguan baik berupa gangguan pikiran, perasaan maupun gangguan perilaku.
Stres, kesedihan, kecemasan, kesepian, keraguan pada diri remaja membuat mereka
mengambil resiko dengan melakukan kenakalan (Fuhrmann, 1990).
Uraian di atas memberikan
gambaran betapa majemuknya masalah yang dialami remaja masa kini.
Tekanan-tekanan sebagai akibat perkembangan fisiologis pada masa remaja,
ditambah dengan tekanan akibat perubahan kondisi sosial budaya serta
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat seringkali
mengakibatkan timbulnya masalah-masalah psikologis berupa gangguan penyesuaian
diri atau ganguan perilaku. Beberapa bentuk gangguan perilaku ini dapat
digolongkan dalam delinkuensi.
Perkembangan pada remaja merupakan
proses untuk mencapaikemasakan dalam berbagai aspek sampai tercapainya tingkat
kedewasaan. Proses ini adalah sebuah proses yang memperlihatkan hubungan erat
antara perkembangan aspek fisik dengan psikis pada remaja.
1.
Perkembangan fisik remaja
Menurut
Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas, yaitu masa terjadinya
perubahan-perubahan fisik (meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan
proporsi tubuh) dan fungsi fisiologis (kematangan organ-organ seksual).
Perubahan fisik yang terjadi pada masa pubertas ini merupakan peristiwa yang
paling penting, berlangsung cepat, drastis, tidak beraturan dan terjadi pada
sisitem reproduksi. Hormon-hormon mulai diproduksi dan mempengaruhi
organreproduksi untuk memulai siklus reproduksi serta mempengaruhi terjadinya
perubahan tubuh. Perubahan tubuh ini disertai dengan perkembangan bertahap dari
karakteristik seksual primer dan karakteristik seksual sekunder. Karakteristik
seksual primer mencakup perkembangan organ-organ reproduksi, sedangkan karakteristik
seksual sekunder mencakup perubahan dalam bentuk tubuh sesuai dengan jenis
kelamin misalnya, pada remaja putri ditandai dengan menarche (menstruasi
pertama), tumbuhnya rambut-rambut pubis, pembesaran buah dada, pinggul,
sedangkan pada remaja putra mengalami pollutio (mimpi basah pertama),
pembesaran suara, tumbuh rambut-rambut pubis, tumbuh rambut pada bagian
tertentu seperti di dada, di kaki, kumis dan sebagainya.
Menurut
Mussen dkk., (1979) sekitar dua tahun pertumbuhan berat dan tinggi badan mengikuti
perkembangan kematangan seksual remaja. Anak remaja putri mulai mengalami
pertumbuhan tubuh pada usia rata-rata 8-9 tahun, dan mengalami menarche rata-rata pada usia 12
tahun. Pada anak remaja putra mulai menunjukan perubahan tubuh pada usia
sekitar 10-11 tahun, sedangkan perubahan suara terjadi pada usia 13 tahun
(Katchadurian, 1989). Penyebab terjadi makin awalnya tanda-tanda pertumbuhan
ini diperkirakan karena faktor gizi yang semakin baik, rangsangan dari
lingkungan, iklim, dan faktor sosio-ekonomi (Sarwono, dalam JEN, 1998).
Pada
masa pubertas, hormon-hormon yang mulai berfungsi selain menyebabkan perubahan
fisik/tubuh juga mempengaruhi dorongan seks remaja. Menurut Bourgeois dan
Wolfish (1994) remaja mulai merasakan dengan jelas meningkatnya dorongan seks
dalam dirinya, misalnya muncul ketertarikan dengan orang lain dan keinginan
untuk mendapatkan kepuasan seksual.
Selama
masa remaja, perubahan tubuh ini akan semakin mencapai keseimbangan yang
sifatnya individual. Di akhir masa remaja, ukuran tubuh remaja sudah mencapai
bentuk akhirnya dan sistem reproduksi sudah mencapai kematangan secara
fisiologis, sebelum akhirnya nanti mengalami penurunan fungsi pada saat awal
masa lanjut usia (Myles dkk, 1993). Sebagai akibat proses kematangan sistem
reproduksi ini, seorang remaja sudah dapat menjalankan fungsi prokreasinya,
artinya sudah dapat mempunyai keturunan. Meskipun demikian, hal ini tidak
berarti bahwa remaja sudah mampu bereproduksi dengan aman secara fisik. Menurut
PKBI (1984) secara fisik, usia reproduksi sehat untuk wanita adalah antara 20 –
30 tahun. Faktor yang mempengaruhinya ada bermacam-macam . Misalnya, sebelum
wanita berusia 20 tahun secar fisik kondisi organ reproduksi seperti rahim
belum cukup siap untuk memelihara hasil pembuahan dan pengembangan janin.
Selain itu, secara mental pada umur ini wanita belum cukup matang dan dewasa.
Sampoerno dan Azwar (1987) menambahkan bahwa perawatan pra-natal pada calon ibu
muda usia biasanya kurang baik karena rendahnya pengetahuan dan rasa malu untuk
datang memeriksakan diri ke pusat pelayanan kesehatan.
2.
Perkembangan Psikis Remaja
Ketika
memasuki masa pubertas, setiap anak telah mempunyai sistem kepribadian yang
merupakan pembentukan dari perkembangan selama ini. Di luar sistem kepribadian
anak seperti perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi, pengaruh media massa , keluarga, sekolah,
teman sebaya, budaya, agama, nilai dan norma masyarakat tidak dapat diabaikan
dalam proses pembentukan kepribadian tersebut. Pada masa remaja, seringkali
berbagai faktor penunjang ini dapat saling mendukung dan dapat saling
berbenturan nilai.
Kutub Keluarga ( Rumah Tangga)
Dalam berbagai penelitian yang telah
dilakukan, dikemukakan bahwa anak/remaja yang dibesarkan dalam lingkungan
sosial keluarga yang tidak baik/disharmoni keluarga, maka resiko anak untuk
mengalami gangguan kepribadian menjadi berkepribadian antisosial dan
berperilaku menyimpang lebih besar dibandingkan dengan anak/remaja yang
dibesarkan dalam keluarga sehat/harmonis (sakinah).
Kriteria keluarga yang tidak sehat tersebut menurut para ahli, antara lain:
a.
Keluarga tidak utuh (broken
home by death, separation, divorce)
b.
Kesibukan orangtua,
ketidakberadaan dan ketidakbersamaan orang tua dan anak di rumah
c.
Hubungan interpersonal antar
anggota keluarga (ayah-ibu-anak) yang tidak baik (buruk)
d.
Substitusi ungkapan kasih
sayang orangtua kepada anak, dalam bentuk materi daripada kejiwaan
(psikologis).
Selain daripada kondisi
keluarga tersebut di atas, berikut adalah rincian kondisi keluarga yang
merupakan sumber stres pada anak dan remaja, yaitu:
a.
Hubungan buruk atau dingin
antara ayah dan ibu
b.
Terdapatnya gangguan fisik
atau mental dalam keluarga
c.
Cara pendidikan anak yang
berbeda oleh kedua orangtua atau oleh kakek/nenek
d.
Sikap orangtua yang dingin
dan acuh tak acuh terhadap anak
e.
Sikap orangtua yang kasar dan keras kepada anak
f.
Campur tangan atau perhatian
yang berlebih dari orangtua terhadap anak
g.
Orang tua yang jarang di
rumah atau terdapatnya isteri lain
h.
Sikap atau kontrol yang tidak konsisiten, kontrol yang tidak cukup
i.
Kurang stimuli kongnitif
atau sosial
j.
Lain-lain, menjadi anak
angkat, dirawat di rumah sakit, kehilangan orang tua, dan lain sebagainya.
Sebagaimana telah
disebutkan di muka, maka anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga sebagaimana
diuraikan di atas, maka resiko untuk berkepribadian anti soial dan berperilaku
menyimpang lebih besar dibandingkan dengan anak/maja yang dibesarkan dalam
keluarga yang sehat/harmonis (sakinah).
Kutub Sekolah
Kondisi sekolah yang tidak baik
dapat menganggu proses belajar mengajar anak didik, yang pada gilirannya dapat
memberikan “peluang” pada anak didik untuk berperilaku menyimpang. Kondisi
sekolah yang tidak baik tersebut, antara lain;
a.
Sarana dan prasarana sekolah yang tidak memadai
b.
Kuantitas dan kualitas
tenaga guru yang tidak memadai
c.
Kualitas dan kuantitas tenaga non guru yang tidak memadai
d.
Kesejahteraan guru yang
tidak memadai
e.
Kurikilum sekolah yang
sering berganti-ganti, muatan agama/budi pekerti yang kurang
f.
Lokasi sekolah di daerah
rawan, dan lain sebagainya.
Kutub Masyarakat (Kondisi
Lingkungan Sosial)
Faktor kondisi lingkungan
sosial yang tidak sehat atau “rawan”, dapat merupakan faktor yang kondusif bagi
anak/remaja untuk berperilaku menyimpang. Faktor kutub masyarakat ini dapat
dibagi dalam 2 bagian, yaitu pertama, faktor kerawanan masyarakat dan kedua,
faktor daerah rawan (gangguan kamtibmas). Kriteria dari kedua faktor
tersebut, antara lain:
a.
Faktor Kerawanan Masyarakat
(Lingkungan)
1)
Tempat-tempat hiburan yang
buka hingga larut malambahkan sampai dini hari
2)
Peredaran alkohol, narkotika, obat-obatan terlarang lainnya
3)
Pengangguran
4)
Anak-anak putus sekolah/anak
jalanan
5)
Wanita tuna susila (wts)
6)
Beredarnya bacaan, tontonan, TV, Majalah, dan lain-lain yang sifatnya
pornografis dan kekerasan
7)
Perumahan kumuh dan padat
8)
Pencemaran lingkungan
9)
Tindak kekerasan dan
kriminalitas
10) Kesenjangan sosial
b.
Daerah Rawan (Gangguan
Kantibmas)
1)
Penyalahgunaan alkohol, narkotika dan zat aditif lainnya
2)
Perkelahian perorangan atau
berkelompok/massal
3)
Kebut-kebutan
4)
Pencurian, perampasan,
penodongan, pengompasan, perampokan
5)
Perkosaan
6)
Pembunuhan
7)
Tindak kekerasan lainnya
8)
Pengrusakan
9)
Coret-coret dan lain
sebagainya
Kondisi psikososial dan
ketiga kutub diatas, merupakan faktor yang kondusif bagi terjadinya kenakalan
remaja.
No comments:
Post a Comment